-DabmintonZ-:
JOMBANG, KOMPAS.com - Ingat Ponari, dukun cilik asal Dusun Kedungsari, Desa Balongsari, Kecamatan Tembelang, Jombang, yang awal 2009 lalu bikin heboh karena kebanjiran puluhan ribu pasien setiap hari? Kini, memasuki bulan Suro, dukun cilik tersebut kembali laris manis.
Sejak Mei lalu, dukun tiban anak pasangan Khamsin dan Mukharomah ini memang merosot pamornya dan sepi pasien. Namun dengan datangnya bulan Suro yang berdasarkan penanggalan Jawa dimulai Jumat (18/12) lalu, bocah berusia 10 tahun ini seakan mendapat berkah.
Rumahnya kembali didatangi banyak pengunjung yang ingin mencari kesembuhan dari penyakitnya. Sebagian besar mereka yang datang percaya pada bulan Suro ini kesaktian Ponari pulih, sehingga penyakit akan sirna jika sang pasien diberi minuman yang dicelupi batu ajaib milik Ponari.
Jumlah pengunjung yang datang ke rumah Ponari, kendati tidak sebanyak pada awal kemunculannya, jumlahnya berlipat ganda jika dibanding beberapa bulan terakhir ini.
Menurut Khamsin, ayah Ponari, sejak akhir Mei lalu pamor anaknya memang meredup, dan jumlah pengunjung menyusut tajam. Sejak itu, dalam satu hari pemilik batu yang menurut cerita Ponari ditemukan saat dirinya disambar petir pada Februari itu, hanya mengobati pasien rata-rata tiga orang per hari.
Namun memasuki bulan Suro ini, Khamsin dan keluarganya kembali sumringah. “Sejak malam 1 Syuro kemarin pengunjung terus berdatangan ke sini,” kata Khamsin kepada Surya, Sabtu (19/12).
Memang, jumlah pasien tidak sampai ratusan orang atau puluhan ribu seperti saat awal kemunculan Ponari yang fenomenal. Jumlah pengunjung yang datang, menurut Khamsin, berkisar 25 sampai 30-an orang.
“Jumlah itu cukup lumayan, dibanding beberapa bulan terakhir yang rata-rata hanya lima pengunjung yang datang,” kata laki-laki usia 40 yang sejak pamor Ponari meredup kembali menekuni pekerjaannya sebagai pencari katak.
Ahmad Roji, 48, salah satu pengunjung warga Tulungagung mengatakan, ia memilih bulan Suro mencari kesembuhan ke rumah Ponari karena pada bulan Suro diyakini keampuhan dukun cilik itu akan kembali seperti sediakala. Begitu minum air celupan batu petir pada bulan Suro, Ahmad Roji yakin penyakitnya akan sembuh.
“Menurut orang Jawa, bulan Suro itu kan penuh kesakralan. Karena itu saya yakin kesaktian batu Ponari akan pulih kembali. Ya, ibaratnya seperti baterei ponsel yang baru saja di-charge,” kata Roji yang kemarin ikut antre bersama sekitar 30-an orang untuk mengobatkan penyakit encok yang lama tak kunjung sembuh.
Seperti diketahui, kisah penemuan batu sebesar kepalan tangan anak-anak berwarna coklat kemerahan oleh Ponari itu agak bernuansa mistis. Ponari dalam ceritanya mengungkapkan, batu itu ditemukan secara tidak sengaja, yakni saat hujan deras mengguyur desanya.
Sebagaimana bocah seusianya, Ponari bermain di bawah guyuran hujan lebat, yang sesekali diiringi suara geledek. Pada saat itu, bersamaan suara petir menggelegar, kepala Ponari seperti dilempar benda keras.
Sejurus kemudian, Ponari merasakan hawa panas menjalar ke seluruh tubuhnya. Bersamaan itu, Ponari merasakan ada batu berada di bawah kakinya. Batu tersebut mengeluarkan sinar warna merah. Karena penasaran, batu itu dibawa pulang, dan diletakkan di meja.
Mendengar cerita Ponari, Kasim (ayahnya) menganggapnya hanya bualan. Bahkan neneknya, Mbok Legi membuang batu itu di rumpun bambu. Namun aneh, ketika nenek kembali ke rumah, batu itu sudah berada di tempat semula. Padahal lokasi rumpun bambu itu berjarak sekitar 100 meter dari rumah.
Beberapa hari kemudian, ada tetangga yang mengalami sakit panas dan muntah-muntah. Tanpa ada yang meminta, Ponari membawa batu ajaib dan memasukkannya ke segelas air putih, kemudian diminumkan pada tetangga yang sakit. Ajaib, beberapa jam kemudian, tetangga tadi sembuh total.
Bermula dari sinilah, kemudian kabar tentang Ponari dan batu ajaibnya cepat beredar dari mulut ke mulut, dan akhirnya setiap hari rumah keluarga Ponari didatangi ribuan pengunjung. Karena praktik pengobatan itu, keaktifan Ponari sekolah di SD Balongsari menjadi agak terganggu.
Tempat praktik pengobatan Ponari sempat ditutup oleh polisi, berdasarkan rapat Muspida yang dipimpin Bupati Suyanto. Hal ini karena makin membeludaknya jumlah pasien serta jatuhnya puluhan korban yang pingsan dan bahkan ada yang meninggal dunia akibat berdesak-desakan. Padahal saat itu pengamanan melibatkan ratusan personel polisi.
Saat itu setidaknya ada dua orang meninggal sebelum sempat diobati oleh sang dukun cilik. Pertama, seorang wanita bernama Nurul yang meninggal saat antre berdesakan, kemudian seorang pasien lelaki asal Blitar.
source
laris...laris.......