Ajeng:
SIKLUS gempa besar 100--140 tahun yang diyakini selalu terjadi pada pertemuan lempeng Euroasia dan Indo Australia sudah memasuki saat-saatnya. Lokasi yang dianalisis para ilmuwan berada di perairan barat Lampung, yakni meliputi lintasan wilayah Lampung Barat hingga Tanggamus. Maka, para ahli memberi warning serius.
Informasi yang membuat pucat warga Lampung diiyakan oleh
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Pusat, Fauzi. Ia menjelaskan gempa besar berkekuatan 8,2--8,9 skala Richter berpotensi terjadi di perairan barat Lampung. Yakni, di daerah pertemuan lempeng Euroasia dan Indo Australia di pesisir barat.
"Namun, masyarakat tidak perlu panik karena gempa besar tersebut tidak bisa ditentukan kapan akan terjadi. Lampung memang termasuk salah satu daerah yang berpotensi terguncang gempa besar. Tapi, sekali lagi saya tegaskan bahwa masalah terbesar dari gempa itu adalah tidak bisa diprediksi kapan terjadinya," kata Fauzi melalui telepon, Kamis (9-10).
Awal September lalu, Direktur Teknologi Sumber Daya Mineral Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Yusuf Surachman meminta masyarakat mewaspadai gempa berkekuatan hingga 8 SR yang kemungkinan terjadi di Selat Sunda yang berdampak ke Lampung dan Jakarta.
Untuk Lampung, Fauzi mengatakan tempat pertemuan lempeng Euroasia dan Indo Australia terletak lebih dari 100 km ke arah laut di wilayah pesisir barat Lampung. Dengan demikian, potensi gempa besar kemungkinan terjadi di wilayah laut.
Menurut Yusuf, gempa bumi hanya dapat diprediksi lokasi dan kekuatannya. Lokasi-lokasi yang berpotensi terguncang gempa ialah daerah yang berada di atas pertemuan lempeng bumi. Sementara potensi kekuatan bisa diprediksi dari sejarah kejadian gempa di lokasi tersebut.
"Ini memang ada sistem bermain di situ, memang ada satu kemungkinan akumulasi energi di situ. Kita tidak tahu kapan akan terjadi seperti itu. Potensi (gempa) di darat dan di laut terjadi di sebelah selatan Lampung, Jawa Barat, dan Banten antara Selat Sunda. Kekuatannya sekitar 8 skala Richter (SR)," kata Yusuf.
Potensi gempa tersebut muncul karena tabrakan lempeng Indo-Australia serta lempeng Sumatera dan Jawa. "Bagaimana mekanismenya? Ada subduksi lempeng oceanic menyusup ke dalam lempeng benua. Karena ada sistem terkunci, maka ada potensi gempa. Jadi lempeng Indo-Australia bergerak terus di selatan Jawa dan menekan hingga tujuh cm per tahun," ujarnya.
Apalagi, lanjut dia, kini lempeng itu sudah memasuki periode matang. "Pergerakan tujuh sentimeter per tahun saja sudah tertekan. Sekarang saja banyak terjadi gempa meski berkekuatan kecil menyebar di seluruh Indonesia. Kondisi ini sama dengan satu abad lalu, sekitar tahun 1800-an," kata dia.
Selat Sunda berada di atas zona subduksi lempeng Indo-Australia dan Eurasia serta zona transisi subduksi miring yang memanjang di sebelah barat Sumatera dengan subduksi tegak di selatan Pulau Jawa. Gempa di Selat Sunda bisa dipicu penglepasan energi dari penunjaman lempeng Indo-Australia yang bergerak ke utara dengan kecepatan 6 cm per tahun di bawah Selat Sunda. Atau dari aktivitas patahan Semangko yang masih sangat aktif sampai sekarang. Patahan Semangko memanjang dari Aceh sampai Lampung sepanjang 1.650 km dan melintasi hampir semua kota besar di Sumatera. n TIM/M-1
:o :'(