DANNY:
Tertangkapnya hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, Ibrahim, oleh KPK membuktikan adanya mafia hukum di dunia peradilan. Ibrahim tertangkap saat menerima suap dari pengacara Adner Sirait. Direktur Initiative Institute Hermawanto pun mengungkapkan bahwa mafia hukum di pengadilan bukan barang baru.
"Buat KPK, ini surprise. Tetapi buat korbannya biasa-biasa saja. Lha ini kan bukan barang baru. Sudah lama ini," kata Hermawanto kepada Kompas.com di Jakarta, Rabu (31/3/2010).
Dia membeberkan ada tiga modus korupsi yang biasa digunakan dalam pengadilan. Modus pertama adalah advokat ataupun masyarakat umum melakukan pendekatan secara personal dengan hakim atau jaksa dalam bentuk investasi. "Misalnya pengacara atau pengusaha menyekolahkan hakim atau jaksa. Terus kan kalau mereka punya kasus dan berhadapan dengan hakim atau jaksa yang pernah disekolahkannya itu, kan kemungkinan dia bisa menang," papar dia panjang lebar.
Modus kedua, hal itu dilakukan dengan sistem upeti atau memberikan jatah kepada hakim atau jaksa. Menurut Hermawanto, modus ini terbilang sering dipakai oleh oknum di pengadilan. Modus terakhir, hal itu dilakukan dengan membagi-bagi laptop dari pengacara kepada jaksa atau hakim. "Ini semua dari obrolan warung kopi. Jadi ya denger-denger saja. Itu banyak kok yang tahu," ucapnya.
Sayang, kasus suap yang ada di lembaga pengadilan sulit untuk dibuktikan. Pasalnya, kata Hermawanto, banyak pengacara yang memilih untuk tutup mulut kendati mengetahui adanya mafia hukum. "Banyak yang pilih diam-diam saja. Mereka kalau misalnya terlalu tegas dan ngomong sana-sini bakal mendapat stigma psikologis dari semua orang di pengadilan. Jadi, akan mengancam kehidupan profesi ke depan dia sebagai pengacara," paparnya.
Alasan lain, suap dilakukan karena hubungan yang saling menguntungkan, baik antara hakim, jaksa, pengacara, maupun pihak yang berperkara. Bagi pengacara dan pihak yang berperkara, kasusnya dimenangkan. Adapun hakim ataupun jaksa mendapatkan imbalan.
sumber
pada maen suap2an kah