must_know:
Shi Rah Moe Met:
Kalo yg penulis maksud spt itu, maka itu juga terjadi di negara yg sudah majupun, gak cuma di Indonesia, bahkan di USA pun ada politik komunal...mas sob
Laurent si Kucing Barbar:
Ya memang seperti itu kenyataannya. USA pun begitu.
Makanya saya ngajak, jangan gitu hehe.
Tapi USA yang maju pun no problem, perilaku seperti itu gak akan mengganggu kemajuan mereka.
Kalau kita, masih belum maju dan yang seperti ini bikin kita gak maju
irina breach:
Setuju artikel diatas. Pemilu, pilkada di 62 lelucon 5 tahunan. Isinya orang2 itu saja. Orang bodoh2. Bagi2 jabatan. Rakyat jadi penonton dan tetap sengsara karena dibohongi politikus.
iam hêylêl:
Sebenarnya sama saja dimanapun. Di amrik malah dah jelas. Ikut komando Republik atau Demokrat.. susah untuk tidak spt itu krn sifat manusia yg mmg suka berkelompok utk tujuan bersama. Beda utk tujuan pribadi. ahaha
Laurent si Kucing Barbar:
Gak usah terlalu banyak nunjuk bangsa lain. Cukup jadikan evaluasi kita aja.
Disini yang saya spot utama adl budaya komunal di Indonesia, dimana yang namanya opini pribadi itu cenderung gak diapresiasi dan orang yang cenderung ikut arus tokoh tertentu.
Budaya komunal itu bagus kalau diterapkan dengan baik dalam hal yang baik juga, intinya melakukan hal baik secara berjamaah.
Lah di Indonesia, korupsi pun berjamaah.
iam hêylêl:
Sebenarnya sudah paham tapi tidak dilakukan. Contoh kasus Pilgub NTT. Waktu di jogja teman2 gue paham ttg ini dan bcr buruknya primodial jika dibawa dalam pilgub krn tokoh Flores akan selalu dpt jatah sbg Gub atau Wagub. Tapi giliran mrk smp di NTT sana dan jadi tim sukses, topik primodial ini justru mrk jalankan. Kalo bukan manggarai gak akan menang bla bla.. ahaha
Laurent si Kucing Barbar:
Karena itu jalan yang paling cepet untuk dapet suara. Cepet dan ada jaminan dapet suara ya why not?
iam hêylêl:
Yoi. Ahaha
Johan Mulyadi T:
Tanpa budaya komunal, Indonesia tidak akan merdeka bung!!!
Laurent si Kucing Barbar:
Kalau untuk waktu pra kemerdekaan, itu cocok.
Lah kalau setelah merdeka, apalagi kita ngaku negara demokratis, itu sudah beda masalah.
Kalau mau maju (setelah merdeka), Indonesia harus memeluk individualitas, dimana setiap pribadi itu unik, spesifik, dan tiap pendapat itu dihargai.
Pertanyaannya, kenapa Indonesia susah maju kalau dikaitkan dengan sifat komunal?
Dengan sifat komunal, orang cenderung tidak mau melakukan sesuatu yang cenderung inovatif. Orang juga cenderung menyerah pada tekanan sosial yang sebenarnya belum tentu baik. Di masyarakat komunal, ekspektasi masyarakat terhadap individu juga terkadang gak realistis.
Mau contoh? Lihat saja banyak orang Indonesia yang menikah gara-gara tekanan sosial budaya, padahal belum ready untuk itu. Akhirnya apa? Ketika mereka jadi orangtua, banyak diantara mereka yang gak siap. Akhirnya, tinggal statistik perceraian yang berbicara.
Kita religius kan? Di banyak agama, perceraian cenderung dihindari kan? Tapi tetap banyak terjadi tuh perceraian.
Memang komunal itu ada baiknya, dimana masyarakat jadi guyub. Tapi jangan lupa kalau budaya komunal juga punya sisi gelap, yaitu dikit-dikit suka menghakimi.
Njoto:
Budaya paternalistik memang masih kuat mengakar, sepanjang role model yg diikuti terbukti memajukan bangsa dan negara, maka itu sah² saja.... asal jangan salah pilih tokoh, yg asal²an mendukung, grusa grusu, asal comot, seperti mang ewok
Laurent si Kucing Barbar:
Bangsa kita itu... dikit dikit pake role model.
Pertanyaan, kenapa gak belajar nilai-nilainya, terus diri sendiri jadi role model?
Njoto:
Selama pola pendidikan dimana guru masih mendiktekan pelajaran dan bukannya mengeluarkan potensi siswa, maka masih perlu waktu yg lama untuk setiap orang untuk bisa menjadi role model bagi dirinya sendiri
Laurent si Kucing Barbar:
Orangtua yang bisa jadi role model untuk anaknya sendiri aja masih kurang.
Kalau ada, berarti anak tersebut emang diberkati banget sih. Punya orangtua yang loving, nurturing, sekaligus hadir di semua tahapan perkembangan anak adl sebuah previlege
Njoto:
Punya orang tua seperti itu, adalah sesuatu banget....
Tugas besar kita saat ini adalah menjadi role model bagi anak, agar anak bisa menjadi dirinya sendiri, bisa menjadi role model bagi dirinya sendiri, agar anak bisa mencintai dirinya dan mensyukuri semua yg ada pada dirinya
Brian:
Karena untuk belajar nilai2 yg baik dan menerapkannya itu perlu usaha om
Lebih mudah coli berjamaah pake role model
Laurent si Kucing Barbar:
itu bukan role model ya, role model itu untuk diteladani.
Kalo yang ini bukan role model, tapi bahan.
??:
Karena sedari kecil di didik dan di doktrin untuk memuja tokoh tertentu dan/atau representative-nya tanpa syarat ..
?
Laurent si Kucing Barbar:
Dan susah nge bongkar doktrinnya
Lone Wolf?:
Semua capres dan timsesnya sengaja bangkitkan naluri primitif dan ikatan primordial untuk bisa raup suara sebanyak-banyaknya.
Pribadi simpel:
Budaya nya emang gitu, mau diapain?
Ya paling dikit elu, gw, kita (yang katanya udah lbh maju, punya pikiran sendiri, gak sektarian gak primordialistis dsb) mesti pelan2 kasih tahu yang belum tahu. Pendidikan politik (dan apa aja) dimulai dari diri sendiri merembet ke keluarga tetangga sodara dst.
Kita beruntung bisa punya presiden kayak Jokowi. Gak jelas tuh gimana akhirnya bisa Jokowi. Semua itung2an nalar gak dapet begitu tapi sejarah yang kita lihat ya gitu. Itu semua terjadi krn budaya komunalisme juga tapi bisa hepi ending baik. Gw bilang "BAIK" krn ngelihat presiden2 sebelumnya.
Pribadi simpel:
AYO.... Jangan cuma ngeluh doang. Lakukan pekerjaan yang jadi porsi kita, yang ada di depan kita.
Semua ada proses. Hasil yang baik berasal dari proses yang baik & benar. Ini bukan cuma untuk kita tapi terutama untuk generasi selanjutnya.
Laurent si Kucing Barbar:
Tapi kalau gw lihat, agak pesimis sama gen Z kalau soal politik (gw gen Z juga)
Banyak anak muda yang ngrasa politik itu isinya fcked up semua, jadi ogah masuk. Yang minoritasnya itu sekarang di PSI.
Kalau yang di artikel ini, saya sih cuma mau ngomong : mau ngedukung siapapun, jangan pakai argumentasi ulama panutan, atau tokoh panutan, dll. Tapi pastiin punya argumentasi sendiri yang memang rasional dan bisa dipertanggungjawabkan.
Soal Jokowi dan komunalisme, okelah kalau itu endingnya baik untuk saat ini. Tapi, apakah selanjutnya kita punya ending yang bakal seberuntung itu? Belum tahu.
Pribadi simpel:
Krn elu udah pesimis gitu, maka gw cuma bisa bilang: berdoalah spy yang buruk2 gak dateng tapi yang baik-baik aja yang dateng.
Laurent si Kucing Barbar:
Bukan pesimis gw, tapi gw nyoba realistis atas apa yang terjadi. Gw gak mau terlalu positif dalam memandang masa depan Indonesia, takut kecewa juga.
Misal berharap para Chindo gak didiskriminasi lagi pasca 98, faktanya sampai detik ini pun juga masih ada diskriminasi terhadap Chindo
*------------
NOTE:Demikian Kumpulan nyinyiran netizen terkait artikel
Kemerdekaan Intelektual Dan Tidak Bergunanya Pemilu Di Indonesia Seword Indonesia Maju yang dituangkan dalam bentuk Komentar. Semua komentar diatas bukanlah rekayasa dan memang benar apa adanya hasil cuitan keluh kesah yang kita kutip dari sumber resminya. Kami tidak bertanggung jawab atas isi komentar tersebut! Hanya sekedar memberi informasi yang sedang viral diperbincangkan! jika ingin membaca dan ingin mengetahui sumber resmi berita aslinya, silakan langsung ke sumber resminya. Terimakasih.
Code: (Sumber Resmi)
https://seword.com/politik/kemerdekaan-intelektual-dan-tidak-bergunanya-ghTFK88FyM