PONTIANAK - Kepala Staf Angkatan Udara, Marsekal TNI Imam Sufa`at menyatakan Tentara Nasional Indonesia akan membeli empat unit pesawat tanpa awak untuk memperkuat kemampuan pemantauan kawasan perbatasan Indonesia.
"Empat pesawat tanpa awak itu, di antaranya akan ditempatkan di Lanud Suryadarma dan Lanud Supadio mulai tahun 2011," kata KSAU Imam Sufa`at dalam jumpa pers di Pontianak, Jumat (4/6).
Pesawat tanpa awak itu yang pertama di Indonesia, karena hingga kini Indonesia belum mempunyai pesawat jenis tersebut. Pesawat itu nantinya untuk memperkuat pemantauan kawasan perbatasan Indonesia dengan negara tetangga, kata Imam.
Menurut dia, pesawat tanpa awak mempunyai fungsi yang sangat strategis. "Di negara maju, pesawat ini dapat dioperasikan dari jarak jauh," katanya.
Selain itu pesawat tanpa awak ini dapat dipersenjatai serta dilengkapi dengan peralatan pendeteksi untuk kondisi malam dan siang hari.
Pesawat tersebut bisa dimanfaatkan untuk pemantauan aktivitas ilegal, di antaranya pengawasan penebangan hutan secara liar, pencurian ikan, dan kawasan alur laut kepulauan Indonesia (ALKI).
Misalnya di Papua membutuhkan pesawat tersebut, maka pesawat tanpa awak bisa diangkut menggunakan Hercules beserta peralatannya untuk dibawa kesana.
"Sangat bermanfaat sekali pesawat tanpa awak itu untuk menjaga NKRI," katanya.
Dalam kesempatan itu, KSAU juga mengatakan, pada tahun 2010 TNI AU juga akan membangun radar militer di Marauke yang diperkirakan mulai operasi Nopember, Saumlaki di Kepulauan Maluku dekat Ambon, Timika dan Kota Singkawang, tahun 2011 mendatang.
Kemudian juga akan ditempatkan radar militer, yakni di Kupang dan Bali, Morotai, kata Imam.
Sekilas Pengadaan UAV di Indonesia
Pertengahan tahun 2006, tujuh perwira menengah (Pamen) TNI pernah dikhabarkan berkunjung ke produsen pesawat UAV, Israel Aircraft Industry (IAI) di Haifa-Israel. Kemudian pada 22 Oktober 2006 salah satu media di Israel, The Jerussalem Post, mengabarkan bahwa militer Indonesia tertarik membeli salah satu produk UAV buatan IAI.
Keputusan tersebut diambil setelah Pamen TNI melihat secara langsung kemampuan dan kehandalan beberapa UAV buatan IAI saat beroperasi siang maupun malam. Setelah melakukan penilaian dan diskusi panjang dengan pihak produsen, TNI memilih UAV dari jenis Searcher MK-II untuk Badan Intelijen Strategis TNI (BAIS).
Untuk rencana ini, TNI mengajukan dana sebesar 6 juta dollar AS pada anggaran APBN tahun 2007 untuk paket pembelian UAV, sparepart dan pelatihan awak. Pembelian UAV ini sempat disamarkan dengan memanipulasi pembelian sarana pendukung alutsista TNI dari perusahaan di Filipina, padahal barang tersebut berupa UAV dari Israel.
Manipulasi ini berujung ditolaknya rencana pembelian UAV tersebut dari Israel setelah diketahui sejumlah anggota parlemen di Senayan. Pada dasarnya penetapan penyedia pengadaan UAV sudah tertuang dalam Surat Keputusan Dephan Nomor SKEP/723/M/IX/2006. Surat tersebut dikeluarkan 21 September 2006 dan ditandatangani Menteri Pertahanan (Menhan) Juwono Sudarsono.
Menhan Juwono Sudarsono saat itu mengungkapkan, pengadaan UAV oleh Indonesia dari dari Israel adalah langkah realistik mengingat alat serupa yang dibuat di dalam negeri memiliki teknologi yang dibutuhkan oleh BAIS.
“Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Dephan pada tahun 2005 telah membuat prototipe UAV namun masih ada keterbatasan dari segi jangkauan dan daya jelajahnya. Selain keterbatasan daya jangkau dan jelajahnya," kata Juwono, menanggapi rencana pembelian UAV Searcher MK-II.
Rencana pembelian akhirnya marak diberitakan oleh pers di Indonesia, kontan saja banyak masyarakat terutama kaum muslim di tanah air yang tidak setuju dengan pembelian alutsista asal Israel, ujung-ujungnya banyak aksi demo dilakukan di depan kedubes AS. Israel dianggap sebagai negara penjajah karena tindakannya menindas dan melanggar HAM di Palestina.
Lembaga riset militer International, SIPRI (Stockholm International Peace Research Institute), dalam laporannya masih mencantumkan rencana impor UAV Searcher MK-II dengan status uncertain (tidak pasti). Pasti atau tidaknya pembelian UAV oleh Indonesia, namun informasi yang beredar mengatakan bahwa TNI tengah menyiapkan satu skuadron UAV. ©alutsista