Proyek ini ternyata telah berjalan sejak 2008. Luasnya membengkak dari rencana semula.
VIVAnews – Untung sudah 10 tahun mengemis di jembatan penyeberangan di depan Gedung DPR RI. Dari koran bekas, ia mengikuti berita tentang rencana pembangunan gedung baru Dewan senilai Rp1,6 triliun yang kini diributkan itu. Dia pun geleng-geleng kepala. “Ada orang susah di depan DPR nggak dipikirin malah mau bikin gedung baru. Rakyat sekarang susah, mau berobat nggak bisa, sekolah mahal,” dia mengeluh.
Protes bukan hanya disuarakan Untung. Sepekan terakhir, rencana kontroversial ini luas dikecam berbagai kalangan.
Tak kurang dari Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD yang menyatakan terheran-heran. Mahfud menyebutnya sebagai proyek mercusuar yang tidak perlu. Apalagi, kata dia, jika menimbang kinerja anggota DPR periode ini yang jauh dari harapan. Satu contoh, dalam hal legislasi, dari 70 Rancangan Undang-Undang yang ditargetkan, baru 6 yang disahkan. “Ya, cuma begitu-begitu saja,” kata Mahfud.
Reaksi amat keras bahkan disuarakan Wakil Ketua DPR sendiri, Pramono Anung, dari PDI Perjuangan. "Sebagai Pimpinan DPR, terus terang saya malu dengan rencana pembangunan gedung DPR yang baru," kata mantan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan ini di timeline twitternya, 1 September lalu. Pram juga menyatakan rencana itu belum pernah diputuskan dalam Rapat Pimpinan DPR dan karena itu “saya akan minta untuk dievaluasi atau ditunda.”
Gedung baru ini memang bukan sembarang gedung. Ini persisnya sebuah menara berlantai 36 ditambah tiga basement parkir berkapasitas 1.000 mobil. Total luas bangunan mencapai 161 ribu meter persegi. Proses pembangunan diperkirakan memakan waktu hingga tujuh tahun.
Direncanakan pihak konsultan, di dalamnya bukan hanya ada kantor dan ruang sidang, tapi berbagai fasilitas yang lazimnya ditemui di mall, hotel, atau resor untuk plesir--kolam renang, salon, pertokoan, restoran, kafe, dan ruang lobi yang megah. Oh ya, jangan sampai dilupakan, di atap gedung, masih ada helipad.
Proyek pembangunan fisik gedung akan menelan biaya Rp1,16 triliun. Ini meliputi: biaya konstruksi fisik, konsultan perencana dan manajemen konstruksi, serta pengelolaan kegiatan. Ditambah biaya teknologi informasi, sistem keamanan, dan interior termasuk furnitur, total jenderal menjadi Rp1,6 triliun.
Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga DPR, Pius Lustrilanang, menjelaskan rancang bangun gedung baru ini meliputi pembangunan dan perluasan kantor anggota Dewan. Di gedung baru nanti, para wakil rakyat akan berkantor di ruangan seluas 116 meter persegi! Di dalamnya, lengkap dengan kamar mandi pribadi segala. Di situlah nanti anggota DPR, berikut staf ahli dan asisten pribadi mereka, akan bekerja (mudah-mudahan dengan sangat keras).
Desain seperti ini, masih kata Pius, sungguh diperlukan. Sekarang, ruang kerja anggota parlemen ‘hanya’ 24 meter persegi, dan dinilai sudah tidak memadai. (Menurut data yang dipelajari VIVAnews.com, tiap anggota DPR saat ini menempati ruang seluas 32 meter persegi--untuk satu anggota Dewan, satu sekretaris, dan dua staf ahli).
Pius mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum yang menyatakan bahwa standar ruang kerja seorang menteri adalah 400 meter persegi dan untuk pejabat eselon I 120 meter persegi."Jadi, itu karena supaya lebih mengacu pada standarnya," kata Pius.
Menyangkut rencana pembangunan restoran dan ruang lobi, Pius berdalih itu diperlukan agar semua rapat anggota Dewan yang kerap dilangsungkan di hotel dan resor di luar bisa dipindahkan di Gedung DPR. Adapun gedung lama akan tetap dipergunakan untuk ruang rapat dan sekretariat komisi-komisi.
Kalau kolam renang dan spa? Politisi Partai Gerindra ini buru-buru membantahnya. "Spa dan kolam renang itu nggak ada."
Sejak 2008
Megaproyek ini sebetulnya diusulkan oleh DPR RI periode 2004 – 2009. Tapi, karena Dewan periode itu dalam istilah Pius “tidak punya keberanian,” maka proyek ini baru digolkan oleh Dewan periode sekarang (2009-2014).
Menurut dokumen DPR yang dipelajari VIVanews.com, rencana ini rupanya telah disepakati dalam rapat koordinasi antara Tim Kerja BURT DPR dengan tim Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.
Lelang konsultan digelar Sekretariat Jenderal DPR sejak 2008. Dan pada Oktober 2008 telah dihasilkan Blok Plan Kawasan DPR/MPR RI. Di tahun yang sama, juga dilakukan lelang untuk konsultan perencana dan manajemen konstruksi dengan pemenangnya masing-masing adalah PT Yodya Karya dan PT Ciria Jasa. Dari sini lalu dihasilkan konsep desain gedung baru DPR itu.
Semula, gedung ini didesain untuk menampung 540 anggota Dewan plus dua staf ahli dan satu asisten pribadi masing-masing. Dengan ruang kerja tiap anggota DPR dirancang seluas 64 meter persegi, maka gedung akan terdiri dari 27 lantai dengan total luas 120 ribu meter persegi.
Luas bangunan belakangan membengkak, karena Dewan periode sekarang menginginkan penambahan staf ahli menjadi lima orang, termasuk sejumlah fasilitas lain seperti: ruang rapat kecil, kamar istirahat, kamar mandi, dan ruang tamu di dalam setiap ruang kerja anggota Dewan. Karena itulah, maka luas total bangunan bertambah menjadi 161 ribu meter persegi dan terdiri dari 36 lantai.
Pemerintah juga rupanya sudah langsung terlibat dalam rencana ini. Pada 6 Mei 2010, tercatat ada rapat tentang “Rencana Penunjukan Langsung Konsultan Manajemen Konstruksi dan Konsultan” antara Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum, dan Sekretariat Jenderal DPR RI.
Semua proses administrasi mestinya sudah kelar, termasuk yang terakhir adalah mendapatkan “persetujuan Multi Years Contract dari Menteri Keuangan” pada Agustus kemarin. Tak jelas, apakah persetujuan ini sudah diteken Menteri Keuangan atau belum.
Satu suara
Meski sudah menempuh proses yang cukup panjang, Dewan rupanya belum satu suara. “Saya melihat rencana membangun gedung itu belum transparan sama sekali, lihat saja perbedaan pendapat di antara pimpinan DPR,” kata Lukman Hakim Saefuddin, anggota Dewan dari Fraksi PPP dan Wakil Ketua MPR RI.
Wakil Ketua DPR dari Partai Golkar, Priyo Budi Santoso, menyatakan pimpinan Dewan pada dasarnya mendukung rencana itu. Menurut dia, Gedung Nusantara I yang mereka huni saat ini sudah kelebihan beban. "Gedung itu memang saya rasakan tidak nyaman,” kata Priyo.
Akan tetapi, Priyo menyatakan tak setuju dengan rencana pembangunan berbagai fasilitas mewah di dalamnya. Rencana luas ruang kerja anggota Dewan yang 120 meter persegi menurutnya juga perlu dievaluasi karena terlalu berlebihan. “Sederhana saja, seperti standar perkantor lain pada umumnya.” Karena itu, menurut dia anggaran saat ini kelewat besar. "Tak harus satu triliun koma sekian. Itu menurut saya masih terlalu besar."
Toh, Ketua DPR Marzuki Ali kukuh menyatakan bahwa rencana itu sudah dibahas dengan DPD, MPR, dan pihak terkait lainnya. “Kita harus berpikir rasional. Panitia pembangunan gedung kan sudah bekerja menjalankan usulan anggota DPR lalu,” katanya. Selain itu, Marzuki menambahkan, konsultannya juga sudah dibayar.
Soal tuntutan agar rencana pembangunan distop, Marzuki meradang, “Kalau ada anggota DPR yang menolak itu atas nama siapa? Kalau ada yang sekadar ingin mencari panggung ya silakan saja.” Dia pun membantah akan ada fasilitas berleha-leha di dalam gedung itu nanti. “Orang tidak tahu DPR itu lembaga politik, masa ada spa? Akhirnya citra DPR buruk.”